TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
SOFTSKILL
“Pertentangan Sosial dan Integrasi
Masyarakat”
Disusun Oleh:
Nama : Amer azzizu rahman ( 10214956
)
Kelas : 1EA35
Jurusan : MANAJEMEN
Fakultas : EKONOMI
Universitas Gunadarma
Semester PTA 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat rahmatnya makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya. dan langsung di terapkan ke makalah.Didalam makalah ini
penulis mencoba untuk membuat materi diatas saling berhubungan namun, penulis
yakin makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan. Terima kasih
kalimalang, 19 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I :
Pendahuluan………………………………………………………….
A. Latar Belakang……………………………………………………………
B. Rumusan masalah………………………………………………………
C. Tujuan Pembahasan………………………………………………………………………
BAB II :
Pembahasan……………………………………………………………………
PERTENTANGAN-PERTENTANGAN
SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
A.
Perbedaan
Kepentingan…………………………………………………..
B.
Prasangka
dan Diskriminasi……………………………………………..
C.
Etnhosentrisme
Stereotype………………………………………………
D. Konflik dalam Masyarakat……………………………………………..
E.
Integrasi
Masyarakat dan Nasional…………………………………….
BAB
III :
Penutup………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap
tingkah laku individu satu dengan individu lain pasti berbeda. Individu
bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Tapi apabila
gagal dalam memenuhi kepentingannya akan banyak menimbulkan masalah baik bagi
dirinya maupun bagi lingkungannya. Dan suatu hal yang saling berkaitan, apabila
seorang individu mempunyai prasangka dan akan cenderung membuat sikap untuk
membeda-bedakan. Maka akan terjadi sikap bahwa kebudayaan dirinya lebih baik
daripada kebudayaan orang lain, sehingga timbullah konflik yaitu berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman atau kekerasan.
Di dalam
kelompok masyarakat Indonesia, konflik dapat disebabkan karena faktor harga
diri dan kebanggaan kelompok terusik, adanya perbedaan pendirian atau sikap,
perbedaan kebudayaan, benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan). Adat kebiasaan
dan tradisi yang hidup dalam masyarakat merupakan tali pengikat kesatuan
perilaku di dalam masyarakat. Suatu kelompok yang ada dalam keadaan konflik
yang berlangsung lama biasanya mengalami disintegrasi. Dan untuk menyelesaikan
semua itu melalui integrasi masyarakat. Integrasi dapat berlangsung cepat atau
lambat karena dipengaruhi oleh faktor homogenitas kelompok, besar kecilnya
kelompok, mobilitas geografis, dan efektifitas komunikasi.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa saja yang terjadi di dalam masyarakat?
2. Mengapa permasalahan itu terjadi?
3. Apa yang bisa mengendalikan sehingga
permasalahan bisa selesai?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui masalah apa saja yang
terjadi di dalam masyarakat.
2. Mengetahui yang melatarbelakangi permasalahan
itu muncul.
3. Masyarakat bisa menghindari
terjadinya permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL
DAN INTEGRASI MASYARAKAT
A.
Perbedaan Kepentingan
Kepentingan
merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Tingkah laku individu
merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya.[1] Ada
2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan sosial/psikologis. Perbedaan kepentingan itu antara
lain:
1. Kepentingan individu untuk memperoleh
kasih sayang.
2. Kepentingan individu untuk memperoleh
harga diri.
3. Kepentingan individu untuk memperoleh
penghargaan yang sama.
4. Kepentingan individu untuk memperoleh
potensi dan posisi.
5. Kepentingan individu untuk
membutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu untuk memperoleh
kedudukan di dalam kelompoknya.
7. Kepentingan individu untuk memperoleh
rasa aman dan perlindungan diri.
Salah satu
kasus dari PERBEDAAN KEPENTINGAN adalah perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga
akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan
kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.
B.
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka
dan diskriminasi dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat
merugikan pertumbuhan, perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian
prasangka melalui hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga
(turun-temurun). Jadi prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.[3] Perbedaan
terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada
aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan
untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau
situasi.[4]
Dalam
konteks realitas, prasangka diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok
etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi.
Diskriminatif merupakan tindakan yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa
prasangka itu muncul sebagai akibat kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta
kehidupan, adanya dominasi kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak
menyadari atau insyaf akan kerugian yang bakal terjadi.[5]Tingkat
prasangka itu menumbuhkan jarak sosial tertentu di antara anggota sendiri
dengan anggota kelompok luar.
Salah satu contoh kasus dari
PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
adalah Ribuan
santri dari Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya, yang berunjuk rasa
mengecam agresi militer Israel ke Palestina, mendatangi dan meminta restoran
makansiap saji asal Amerika Serikat di Tasikmalaya ditutup. Kedatangan para
santri membuat restoran siap saji McDonald's dan KFC di Jalan HZ Mustofa tutup,
Rabu (21/11/2012) siang.
Sebab-sebab
terjadinya prasangka:
1. Pendekatan Historis
Pendekatan
ini berdasarkan teori pertentangan kelas, menyalahkan kelas rendah di mana
mereka yang tergolong kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap
kelas rendah
2. Pendekatan Sosiokultural dan
Situasional
a.Mobilitas sosial: gerak perpindahan
dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya kelompok orang yang
mengalami penurunan status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
b.Konflik antara kelompok: prasangka
sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c.Stagma perkantoran: ketidakamanan
atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda” yang dilakukan oleh kelompok
tertentu.
d.Sosialisasi: prasangka muncul sebagai
hasil dari proses pendidikan, melalui proses sosialisasi mulai kecil hingga
dewasa.
3. Pendekatan Kepribadian
Teori ini
menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan
frustasi agresi. Menurut teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang
cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
4. Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan
ini ditekankan pada bagian individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya,
sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan Naïve
Bahwa
prasangka lebih menyoroti obyek prasangka tidak menyoroti individu yang
berprasangka.
Prasangka
bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi
yang terlampau cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi
(terlalu menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas
tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa
yang di dengar.[6]
C.
Etnhosentrisme Stereotype
Ethnosentrisme
yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan
mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa
kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya.
Stereotype
yaitu gambaran dan ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai
sifat-sifat dan waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif
sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif.[7]
Salah satu
contoh kasus dari etnhosentrisme adalah , pembantaian kaum agama islam di Sulawesi
tengah karna mereka ingin menunjukan merekalah yang terhebat.
Salah satu
contoh kasus dari stereotype adalah , penghinaan kota bekasi yang terjadi di
media social terutama Memekomik.
D.
Konflik dalam Masyarakat
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup
yang luas, yakni masyarakat:
1. Pada taraf di dalam diri seseorang,
konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau emosi-emosi dan
dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2. Pada taraf kelompok, konflik-konflik
ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan
anggota kelompok dalam tujuan, nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota
kelompok.
3. Pada taraf masyarakat, konflik
bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok dengan nilai dan norma
kelompok lain.
Tipe konflik
ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu
timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat
perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap
perkembangan kelompok.[8]
Adapun
cara-cara pemecahan konflik sebagai berikut:
1. Elimination: Pengunduran diri salah
satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2. Subjugation atau Domination: Orang
atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain
untuk mentaatinya.
3. Majority Rule: Suara terbanyak yang
ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan
argumentasi.
4. Minority Consent: Kelompok mayoritas
yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima
keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5. Compromise (Kompromi): Kedua atau
semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan
mendapatkan jalan tengah.
6. Integration: Pendapat-pendapat yang
bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai
kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.[9]Usaha-usaha
untuk menghindari perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak
pernah berhasil dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan perbedaan
merupakan suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan
perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat kelompok.
Contoh
kasusnya adalah Konflik yang diikuti dengan tindak kekerasan sering
terjadi ketika polisi Pamong Praja menangani masalah penggusuran pedagang kaki
lima yang berjualan di atas trotoar jalan.
E.
Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi
masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat,
mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara
keseluruhan.[10] Integrasi
masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di
dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.
Dalam
memahami integrasi masyarakat, kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu
organisasi-organisasi formal yang melalui mana masyarakat menjalankan
keputusan-keputusan yang berwenang. Untuk terciptanya integrasi nasional, perlu
adanya suatu jiwa, asas spiritual, solidaritas yang besar. Perlu dicari
bentuk-bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari
prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
Sistem
budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Sistem
sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang.
Sistem
kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola
penilaian yang dianggap pola keindonesiaan.
Sistem
organik jasmaniah, di mana nasion tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk
mengurangi prasangka ke-4 sistem itu harus dibina, dikembangkan dan
memperkuatnya sehingga perwujudan nasion Indonesia tercapai.[11]
Contoh kasus
dari integrasi masyarakat dan nasional adalah JAKARTA, KOMPAS.com —
Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas
terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono.
Politisi yang kerap disapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen—sebutan kaum
proletar—kini seakan makin diproklamasikan tertindas, belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.
"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di setiap
masyarakat pasti muncul pertentangan-pertentangan atau
permasalahan-permasalahan, di antaranya:
Perbedaan
Kepentingan: ada 2 kepentingan dalam diri individu, yakni kepentingan biologis
dan kepentingan sosial/psikologis.
Prasangka
dan Diskriminatif: prasangka yang menunjukkan aspek sikap sedangkan
diskriminatif pada tindakan.
Ethnosentrisme
dan Stereotype
Ethnosentrisme
: kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya.
Stereotype
: gambaran dan anggapan jelek.
Konflik
dalam kelompok: Suatu tingkah laku yang dibedakan emosi tertentu yang sering
dihubungkan dengannya.
Cara
pengendalian dari permasalahan-permasalahan di atas, yaitu melalui integrasi
masyarakat dan nasional, yang mengandung pengertian:
1. Integrasi Masyarakat : adanya
kerjasama dari seluruh anggota masyarakat.
2. Integrasi
Nasional : organisasi-organisasi formal
melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang.
B.
Saran
Makalah yang
ditulis ini tentunya sangat jauh dari nilai kesempurnaan. Meskipun demikian
penulis tetap menyarankan kepada para pembaca, agar dalam menjalani kehidupan
sehari-hari selalu melihat konflik maupun pertentangan-pertentangan yang
bersumber dari perbedaan secara logis dan realistis, sehingga tidak menimbulkan
konflik yang lebih besar yang dapat mengarahkan kita pada perpecahan dalam
berbangsa. Semoga makalah yang sederhana ini memiliki manfaat bagi penulis
khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyu
MS., Wawasan Ilmu Sosial Dasar.
M. Munandar,
Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar.
Ahmadi,
Abu, Ilmu Sosial Dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar